Jumat, 18 Juli 2008

BI AKAN PROYEKSIKAN AKAN ADA 10 BUS DI 2009

Ditulis oleh Republika
Friday, 11 January 2008
JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memproyeksikan akan terdapat 10 Bank Umum Syariah (BUS) pada 2009 mendatang. Hingga akhir tahun depan, otoritas moneter tersebut memproyeksi akan ada lima hingga enam BUS, dari tiga BUS yang ada saat ini.
Ketiga BUS tersebut adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI), Bank Syariah Mandiri (BSM), dan Bank Mega Syariah (BMS). ''Kita memproyeksi sebanyak 10 BUS pada tahun 2009. Sedangkan, hingga akhir 2008, kita harapkan sekitar lima hingga enam BUS,'' kata Direktur Direktorat Perbankan Syariah BI, Ramzi A Zuhdi kepada Republika.
Menurut Ramzi, penambahan jumlah BUS terjadi melalui rencana akuisisi sejumlah bank konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah (UUS). Setelah mengakuisi sejumlah bank, mereka akan memisahkan UUS dan menggabungkan ke bank hasil akuisisi. Selanjutnya, bank tersebut akan dikonversi menjadi BUS.
Ramzi mengaku hingga kini memang belum ada bank konvensional yang mengajukan proposal pendirian BUS tersebut melalui akuisisi. Namun, terdapat sekitar tiga bank konvensional yang telah datang dan bertemu BI. ''Jadi, baru tiga bank konvensional yang datang dan bertemu secara informal dengan BI sepanjang kuartal terakhir 2007,'' katanya.
Menurut Ramzi, penambahan jumlah BUS tersebut akan berdampak positif dalam meningkatkan pangsa perbankan syariah. Meski demikian, ia mengaku belum dapat memperkirakan peningkatan pangsa perbankan syariah. ''Saya juga mengharapkan ini bisa mendorong pencapaian pangsa lima persen tahun depan,'' kata dia.
Menurut Direktur Utama Karim Business Consulting (KBC), Adiwarman Azwar Karim, proyeksi BI tersebut cukup realistis. Sebabnya, Indonesia memiliki potensi bisnis perbankan syariah cukup besar. ''Proyeksi BI itu cukup relistis,'' kata Adiwarman. Menurut dia, terdapat dua pola yang akan digunakan dalam mendirikan bank syariah oleh bank konvensional tahun depan. Pola pertama adalah bank konvensional yang telah memiliki UUS membeli bank beraset kecil.
Selanjutnya, bank kecil tersebut diakuisisi dan digabungkan dengan UUS. ''Kemudian, bank tersebut melakukan spin off dan mendirikan bank syariah,'' kata dia. Sedangkan pola kedua adalah bank konvensional yang belum memiliki UUS. Kemudian, bank tersebut membeli dan mengakuisisi bank kecil. Selanjutnya, bank tersebut dikonversi menjadi bank syariah.
Menurut Adiwarman, KBC sebetulnya memproyeksi tahun depan BUS tidak hanya akan berjumlah lima atau enam buah. Perusahaan konsultan bisnis syariah tersebut bahkan memprediksi BUS tahun depan akan berjumlah delapan buah. ''Ini berdasarkan informasi yang kami peroleh. Sekitar lima bBUs baru akan lahir tahun depan,'' kata dia.
Meski demikian, Adiwarman menyebutkan, tercapainya prediksi tersebut sangat bergantung pada sejumlah faktor. Salah satunya adalah perizinan. Bila sejumlah bank konvensional yang ingin mendirikan bank syariah dipermudah untuk mendapatkan izin, maka prediksi tersebut kemungkinan besar tercapai.
Sementara itu, Ramzi juga berharap Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Syariah dapat terbit dalam waktu dekat. Sebabnya, instrumen tersebut cukup dibutuhkan oleh industri perbankan syariah dalam mendorong kinerja bisnis. ''Mudah-mudahan SBI Syariah dalam waktu dekat terbit sehingga bisa mendorong pertumbuhan aset perbankan syariah,'' katanya.
Selain itu, Ramzi juga berharap sukuk pemerintah segera terbut. Hal itu sehingga dapat menjadi salah satu instrumen investasi perbankan dan keuangan syariah. Untuk merealisasikannya, RUU Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) perlu segera disahkan. Berdasarkan data publikasi BI, hingga Oktober lalu, aset perbankan syariah nasional tercatat sebesar Rp 33,016 triliun atau meningkat 31,77 persen dibandingkan periode serupa tahun lalu Rp 25,056 triliun.
Sedangkan, penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) per Oktober lalu tercatat sebesar Rp 25,473 triliun atau meningkat 35,09 persen dibandingkan periode serupa tahun lalu Rp 18,856 triliun. Sementara, penyaluran pembiayaan per Oktober lalu tercatat sebesar Rp 26,149 triliun atau meningkat 31,87 persen dibandingkan periode serupa tahun lalu Rp 20,088 triliun. aru

Tidak ada komentar: